LALAT,
Sehina Itukah Dia, atau Dia Lebih Mulia Dari Itu?
Oleh:
H. Muhammad Widus Sempo, MA
Tidak ada entitas kehidupan yang tercipta sia-sia. Sadar akan hal ini, penulis
berupaya menyuguhkan tulisan singkat tentang hakikat penciptaan lalat.
Makhluk lemah ini sering kali dituding oleh sebagian dari mereka sebagai
serangga pembawa sial, kuman penyakit, dan hewan yang cukup mengganggu. Akan
tetapi, pernahkah mereka memikirkan hakikat penciptaannya?
Hampir
semua jenis serangga, termasuk lalat, tidak terlihat di musim dingin, mereka
nantinya muncul beterbangan di awal musim semi, tetapi sebagian dari mereka,
seperti lalat hijau telah menampakkan diri di penghujung musim dingin.
Tentunya, fenomena seperti ini membangkitkan selera tanya pemerhati yang
berkata: “rahasia apa lagi di balik fenomena ini? Apakah di sana ada
pesan-pesan kehidupan untuk manusia?”
Siklus
kehidupan seperti ini menunjukkan kesempurnaan penciptaan Allah SWT. Mereka
seperti bala tentara Allah yang menyeru dan berkata: “wahai manusia,
khalifah Allah, jangan pernah melihat aku
pada batas penciptaan semata, tetapi
temukan nilai-nilai ketuhanan dan kehidupan di balik penciptaanku! Aku
melukiskan seribu satu makna bagi insan-insan Rabbânî. Olehnya itu, jangan
pernah mengusirku dengan begitu kasar, hanya karena aku hinggap di batang
hidungmu. Aku tidak sepantasnya mendapatkan perlakuan seperti itu, jika Anda
mengetahui hakikat-hakikat penciptaan yang aku biaskan. Boleh jadi, dengan
bertenggernya aku di batang hidungmu sedetik, itu dapat menyadarkanmu dari
kelalaian tentang hakikat penciptaan setiap entitas kehidupan. Coba lihat dan
pikirkan itu!”
Di
musim panas sampah dan bangkai binatang cepat mengalami pembusukan oleh
pengaruh bakteri. Olehnya itu, untuk menekan bahaya bakteri tersebut, Allah
menciptakan lalat di luar perhitungan matematis sebagai pembasmi gratis
terhadap kuman-kuman penyakit.
Syekh Mutawallî as-Sya’râwî dengan singkat mengatakan:
“Sebagian
manusia bertanya: “apa hikmah penciptaan lalat di kosmos ini?” mereka tidak
tahu bahwa lalat senantiasa memberikan layanan jasa yang sangat urgen, dia
memakan kotoran dan kuman penyakit yang melengket di tubuhnya, dan seandainya
manusia memproteksi diri dengan kebersihan, pasti lalat tidak mengerumuni
mereka.
Jadi,
setiap entitas kehidupan memerankan fungsi mereka dengan teratur. Sesungguhnya
keteraturan yang apik itu datang dari Sang Pencipta yang Maha Mengetahui lagi
Bijak. Dan selagi Dia yang Bijak yang menciptakan, maka tidak layak bagi mereka
membantah dan berkata: “kenapa lagi dia tercipta?” Karena setiap makhluk punya
tugas tersendiri di alam ini.”[1]
Sebelumnya,
Bediuzzaman Said Nursi mendeskripsikan fungsi penciptaan makhluk ini dengan
panjang lebar, beliau berkata:
“Sesungguhnya
lalat sangat memerhatikan kebersihan, dia senantiasa membersihkan muka, mata
dan sayapnya, seperti orang yang sedang berwudhu. Olehnya itu, tanpa ragu,
jenis makhluk ini punya tugas penting dan mulia, tetapi kaca mata hikmah dan
ilmu manusia tidak mampu menangkap semua fungsi yang sedang dilaksanakan.
Di
antara hewan yang diciptakan Allah binatang buas, pemakan daging (karnivor).
Mereka seperti petugas kebersihan yang menjalankan tugas dengan begitu
sempurna. Dengan melahap bangkai binatang darat dan laut, mereka telah menjaga
kebersihan laut dan udara dari polusi.
Di
lain sisi, di sana ada burung-burung pemangsa yang siap mencengkeram bangkai
binatang laut dan darat sebelum membusuk. Dengan desain indera perasa yang
Allah ciptakan terhadapnya, mereka mampu menangkap sinyal bangkai dari jarak
tempuh sekitar 6 jam perjalanan. Seandainya petugas kebersihan ini tidak ada,
dunia sungguh menyedihkan dan wajah laut murung tidak berseri.
Tidak
jauh dari itu, lalat punya fungsi serupa. Serangga ini telah diformat khusus
untuk membasmi kuman penyakit yang tidak terlihat oleh kasat mata. Dia bukan
pembawa kuman, melainkan dia penghancur pelbagai basil yang berbahaya dengan
memakan dan mendaur ulang materi beracun ini menjadi materi lain, sehingga
dengan sendirinya penyakit-penyakit pun tidak tersebar dalam skala besar dan
menakutkan.
Bukti
nyata bahwa mereka makhluk petugas kebersihan, pembasmi bahan-bahan kimia yang
mengancam, dan keberadaannya penuh dengan hikmah, adalah jumlahnya yang tidak
terhitung di musim panas. Bukankah materi yang bermanfaat itu diperbanyak
kopiannya?”[2]
Yang
menarik lagi dari hewan ini, justifikasi hukum dari hadits bahwa spesies ini,
meskipun datang dari kotoran, tetapi ia diperlengkapi dengan anti-bakteri. Ini telah
ditegaskan sabda Nabi Saw berikut ini:
(إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى إِنَاءِ أَحَدِكُمْ
فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ، ثم لْيَطْرَحْهُ، فَإِنَّ فِى أَحَدِ جَنَاحَيْهِ
شِفَاءً، وَفِى الآخَرِ دَاءً).
“Jika lalat jatuh di tempat minum (gelas) salah seorang dari
kalian, maka celupkan semua tubuhnya. Sesungguhnya di salah satu sayapnya ada
obat, dan di sayap lain ada penyakit.”[3]
Jika
Anda bertanya dan berkata: “Apakah mungkin lalat punya anti-bakteri,
sementara, dia hidup di kotoran? Tolong buktikan dengan dalil-dalil ilmiah?”
Kebenaran
medis Nabi Saw tersebut, yang diingkari oleh sebagian orientalis, telah
dibuktikan oleh kedokteran kuno dan modern.
Imam
Ibn Qutaiba berkata:
“Ahli medis kuno menganggap bahwa lalat yang diaduk dengan
serbuk antimon [4]
dapat menjadi ramuan celak yang ampuh mempertajam penglihatan dan mempertebal
pertumbuhan bulu-bulu mata.” [5]
Olehnya
itu, bagi Imam Ibn Qayyîm sendiri, hadits ini tidak patut diingkari oleh
mereka, karena bukan hanya lalat saja seperti ini, tetapi ular, lebah dan yang
lain punya mekanisme serupa. Beliau menjelaskan:
“Sebagian dari mereka merasa aneh terhadap penyakit dan obat
yang ditemukan dalam satu makhluk. Itu bukanlah keanehan, sesungguhnya mulut
lebah membawa madu dan pantatnya menyimpan sengat, bisa ular dapat dilumpuhkan
dengan ramuan Tiryak (pengobatan kuno yang komposisinya terdiri dari bisa dan
serbuk daging ular yang dicampur dan diaduk rata), dan mereka menyarankan
kepada korban yang mukanya digigit anjing untuk ditutupi. Karena jika lalat
hinggap, penyakitnya dapat bertambah parah.” [6]
Dunia
medis modern pun telah menemukan hal yang tidak jauh beda dari penemuan di
atas. Ini dapat dilihat di laporan medis mereka berikut ini:
Karena
tabiat lalat yang tercipta di lingkungan kotor, maka sebagian kotoran tersebut
melengket di tubuhnya, dan sebagian lain dimakan, yang kemudian menjadi materi
beracun yang lebih dikenal dengan anti-bakteri (bakterionag). Zat beracun tidak
dapat bertahan hidup, atau punya pengaruh terhadap kekebalan tubuh selama
anti-bakteri ini ada di tubuh lalat. Olehnya itu, jika seekor lalat yang
membawa kuman penyakit jatuh di makanan dan minuman, maka pemusnah kuman yang
paling ampuh anti-bakteri yang tersimpan di rongga dalam lalat itu sendiri yang
dekat di salah satu sayapnya. Tentunya, dengan mencelupkan semua tubuh lalat
cukup untuk membunuh kuman-kuman yang melengket di tubuhnya. Hal ini telah
dibuktikan medis barat.[7]
Pendek
kata, medis kenabian telah terbukti kebenarannya oleh medis kuno dan modern.
Tidak ada celah bagi mereka yang ingin menuding teks-teks Islam sebagai teks
agama yang tidak riil dan relevan dengan dunia nyata. Ini mengindikasikan
kebesaran dan keagungan Sang Maha Penguasa, yang ciptaan- ciptaan-Nya dapat
menjadi guru tersendiri bagi mereka yang ingin menangkap bisikan-bisikan
hakikat penciptaan dan kehidupan.
Keurgensian
makhluk ini tidak berhenti di sini saja, tetapi ia diabadikan sebagai bahan
baku celaan Al-Qur’an terhadap orang-orang musyrik. Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ لَن يَخْلُقُوا
ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ ۖ وَإِن يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَّا
يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ ﴿٧٣﴾
“Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali
tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah
mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah
dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. Al-Hajj [22]: 73)
Hemat
penulis, lalat makhluk yang paling lemah, tetapi ia mengetahui kelemahannya. Di
lain sisi, penyembah berhala, makhluk lemah, tidak menyadari kelemahannya,
bahkan ia memberikan justifikasi ketuhanan kepada berhala-berhala yang tidak
punya kekuatan sedikit pun. Olehnya itu, kelemahan yang disadari dan
diposisikan pada tempatnya lebih baik dari sejuta kesombongan dan keangkuhan
yang menyengsarakan.
Sesungguhnya
apa yang mereka anggap kuat, hakikatnya lemah di hadapan Allah, penyembah dan
sembahan tidak dapat mengembalikan sesuatu yang telah dirampas lalat dari
mereka. [8] Apa lagi jika mereka diminta menciptakan makhluk ajaib ini.
Sungguh, itu cemooh yang mencoreng muka mereka di hadapan seluruh entitas
kehidupan, celaan yang meninggalkan pilu dan malu. [9]
Demikianlah
telaah imaniah singkat tentang justifikasi negatif terhadap lalat yang jauh
dari nilai-nilai keimanan, hewan yang menyimpan seribu satu keajaiban
penciptaan.
Di akhir tulisan ini, saya mengajak pemerhati tema-tema
keislaman menyimpulkan apa yang dipaparkan di atas:
“Telaah rahasia-rahasia penciptaan lalat dengan penuh
keimanan! ia lemah tapi tidak sombong, dengan kelemahan dia menjadi kuat,
makhluk yang melukiskan keagungan penciptaan yang tidak terhingga, petugas
kebersihan harian umat manusia yang tidak disadari. Mereka tidak pernah meminta
gaji, yang mereka inginkan hanyalah kesadaran manusia untuk menjadikan mereka
objek telaah imaniah yang menyuguhkan aneka ragam makna kehidupan dan
ketuhanan. Dia tidak kotor meski dari tempat kotor, tidak membawa kuman kecuali
obatnya telah siap, dan dia senantiasa menyeru Anda untuk menjaga kebersihan.
Subhanallah wa Alhamdulillah!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar